Ari Pudjiastuti

Bekerja sebagai WI membuat saya tidak kaget dengan perubahan. Bahkan itu menjadi hal yang menantang dan menyenangkan karena selalu belajar hal baru. Dan itu mem...

Selengkapnya
Navigasi Web
Belajar melalui Keteladanan
dok.pri

Belajar melalui Keteladanan

#TantanganGurusiana

Hari ke-28

Terkadang saya merenungkan, bagaimana cara orangtuaku mendidikku dulu. Perasaan dulu baik ibu maupun bapak tidak terlalu keras mendidik kami. Tiap sore hari kami wajib belajar (kecuali malam minggu). Minimal pegang buku (identik dengan belajar, meski kadang kami hanya pegang buku saja tanpa belajar hehe...). Lalu mengerjakan PR atau membaca pelajaran esok hari.

Biasanya kami belajar didampingi ibu. Jika ibu repot, ada keponakan ibu yang membantu. Di rumah selain kami, selalu ada keponakan atau sepupu bapak atau ibu. Mereka di sekolahkan atau membantu ibu di rumah. Apabila ulangan, jam belajar kami bertambah. Bahkan kalau ulangan semester, menjelang subuh kami dibangunkan untuk belajar lagi. Ada hal yang ditanamkan pada kami yaitu dilarang mencontek saat ulangan. Apapun hasil ulangannya. Biasanya kalau nilainya jelek paling dinasehati ibu. Ditanya mana yang tidak dimengerti. Nanti ibu akan mengulang menjelaskan sehingga berikutnya kami tidak akan salah lagi. Alhamdulilah nilai rapor kami rata-rata tidak mengecewakan bapak dan ibu.

Hal lain yang saya ingat adalah cara berbicara. Bicara harus dengan bahasa yang baik dan santun. Tabu sekali ngomong jorok. Tidak ada suara keras di rumah. Bahkan bapak kalau marah juga menasehati kami dengan bahasa yang halus. Tidak pernah pakai bahasa yang kasar apalagi kekerasan fisik tidak pernah kami dapatkan. Kalau ada orangtua berbicara, dilarang menyela. Jika ada tamu kami juga dilarang ikutan nimbrung. Tidak sopan katanya. Jadilah kami juga bersikap seperti itu ke anak-anak kami.

Punya ibu seorang guru pasti ada kemudahan ya kalau mencari sekolahan? Ada saja yang bertanya begitu kepada kami. Tapi ajaran orang tua kami berbeda. Kami harus berusaha mencari sekolahan sendiri. Pilihan diserahkan ke kami. Tapi Bapak biasanya menyemangati agar kami berusaha bisa di sekolah negeri. Saat itu masih menggunakan tes masuk. Nilai di ijazah tidak berpengaruh sama sekali.

Saya ingat saat mau masuk SMA. Ibu sudah bertanya pengen sekolah mana? Rumah kami di daerah Taman dekat dengan SMA 1 dan 3. Tapi saya memilih ikut tes di SMA Negeri 1 Madiun. Ibu dan Bapak bertanya apakah saya yakin bisa masuk ke sekolah itu? Saya bilang yakin. Dan saya tidak mau orangtuaku mmeminta bantuan ke Pak Puh (kakaknya Ibu) yang menjadi guru disitu. Biar saya berusaha sendiri. Alhamdulilah orangtuaku memberikan kebebasan dan kepercayaan kepada kami.

Jadilah saat tes saya harus main petak umpet dengan Pak Puh yang juga menjadi pengawas ujian. Untung bukan di kelas tempatku tes. Dan saat pengumuman penerimaan, alhamdulillah saya diterima. Barulah saat upacara penerimaan siswa baru saya ketemu Pak Puh di depan ruang guru. Alangkah kagetnya beliau tahu saya sekolah disitu.

“Lho, koq kamu sekolah disini to Nduk? Katanya di SMA 3?” tanyanya keheranan.

“Inggih Pak Puh. Maaf saya kemarin memang minta Ibu bilang saya tes di SMA 3 saja. Padahal saya ikutan tes disini,” jawabku sambil minta maaf.

“Yo untung kamu diterima Nduk, kalau enggak Pak Puhmu ini bisa dimarahi sama Ibumu,” kata Pak Puh.

“Nggih panggapunten Pak Puh. Yang penting saya kan sudah diterima,” kataku sambil tersenyum

“Yo wis sing sregep sinau yo,” kata Pak Puh sambil masuk ke ruang guru.

Selama saya sekolah di SMA itu sedikit sekali yang tahu saya punya Pak Puh disitu. Karena saya tidak ingin ada perlakuan istimewa baik dari teman maupun guru. Jadilah masa SMA saya adalah masa yang damai dan menyenangkan.

Secara tidak langsung saya mendapatkan pelajaran dari kepercayaan orangtuaku. Saya belajar untuk mandiri, tidak mengandalkan orang lain walaupun itu saudara. Itulah bibit kejujuran, percaya diri dan semangat berjuang yang ditanamkan orangtuaku saat kami masih anak-anak dan remaja.

Dan kini sayapun menerapkannya pada anak dan menantu. Mereka harus berusaha sendiri sesuai dengan kemampuannya untuk mencari kerja. Mereka harus belajar mandiri dan berusaha dengan kemampuannya sendiri. Karena saya yakin Alloh sudah menorehkan takdirnya masing-masing. Jika mereka tes dan tidak diterima, maka itu bukan rejekinya. Yang penting jangan lupakan untuk tetap berusaha dan berdoa. Alloh pasti akan memberikan yang terbaik buat anak-anakku semua.

Terima kasih Bapak, Ibu, atas keteladanan yang telah engkau ajarkan kepada kami. Semoga kami bisa membalas semua jasamu dan memberikan yang terbaik untuk kebahagiaanmu di dunia dan akhirat. Aamiin...

Batu, 11/02/2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantul

11 Feb
Balas

Keteladanan yang sekarang mulai pudar

11 Feb
Balas

Smg bisa mmbrikan teladan yg ter" bg anak2 kita.. Salam literasi..

11 Feb
Balas



search

New Post